Minggu, 30 Oktober 2011

Perang melawan Teroris

Lagi-lagi kaum Muslimin terfitnah isu terorisme. Lagi-lagi aksi bom bunuh diri dikaitkan dengan (diantaranya), pesantren / ma’had. Dan lagi-lagi setiap orang yang berpenampilan sama atau mirip atau yang penampilannya sengaja ditiru oleh anggota jaringan terorisme itu, harus terima getahnya.
Kita lihat kebelakang, bagaimana umat Islam di belahan dunia begitu diintimidasi pasca tragedi WTC. Begitu juga pasca peledakan bom yang dilakukan oleh kelompok Amrozi cs, Noordin M Top, maka umat islam semakin ketat diawasi.
Muslimah bercadar dicurigai, pemuda berjenggot dipelototi, dan lelaki bergamis atau bercelana cingkrang dipandang sinis. Setiap orang yang dahi belang, jenggot panjang dan katok / celana cingkrang dicurigai sebagai teroris.
Andaikan anggota jaringan teroris itu sengaja memakai jas dan dasi, apakah kita harus mencurigai semua orang yang berjas dan berdasi ?

SALAH KAPARH DALAM MEMAHAMI JIHAD.
Syariat islam yang mulia diturunkan bertujuan untuk menjaga lima pokok yang menjadi kebutuhan hidup manusia dan mengharamkan untuk merusaknya, yaitu agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal. Tidak ada perselisihan diantara kaum muslimin tentang haramnya melenyapkan nyawa orang yang terpelihar dalam islam, baik nyawa seorang muslim maupun non-muslim, kecuali bila ada alasan yang tepat sesuai syari’at (bukan pendapat orang tertentu) untuk membunuhnya seperti dalam peperangan.
Rasulullah SAW pernah bersabda :
من قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما
Artinya : “Barangsiapa yang membunuh mu’ahid (orang kafir yg ada dalam ikatan perjanjian damai), maka ia tidak akan mencium aroma surga, padahal aromanya bias ditemukan dari jarak sejauh empat puluh tahun (lama) perjalanan” (Shahih, diriwayatkan imam ahmad dalam musnadnya, imam Bukhari dalam Shahihnya)
Maka dari itu, bagaimana bisa dikatakan jihad sementara yang terbunuh –kalaupun orang kafir/nonmusim- bukanlah kafir harbi (yang berhak diperangi). Mereka datang ke Indonesia resmi dan mendapat visa, mereka datang dengan perjanjian damai tidak dalam rangka perang.
Maka haram hukumnya mengganggu mereka, apalagi membunuhnya. 

MEMBEDAH AKAR TERORISME
Aksi terorisme, bom bunuh diri, bom buku dan tindakan radikal lainnya telah menyisakan luka berat di hati umat islam secara khusus dan Bangsa Indonesia secara umum. Karena mereka membunuh manusia dengan bom bunuh diri, bom buku dan yang lainnya yang benar-benar mencoreng nama baik umat Islam yang mana islam itu cinta damai dan merusak indahnya syariat islam (islam itu rahmatan lil alamin).
Langkah terbaik (insya Allah) untuk menanggulangi aksi terorisme adalah dengan membedah akar terjadinya aksi terror dan aksi radikalisme lainnya. Nah, akar atau factor pemicu aksi terorisme dan gerakan radikal itu antara lain :
1. Pengangguran dan kemiskinan.
Kesenjangan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran membuat potensi para pemuda mandek tiak tersalurkan. Ini menjadi kesempatan yag tidak disia-siakan oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab. Para pemuda yang semangtnya sedang bergejolak dengan mudah didekati secara halus dan bertahap lalu direkrut. Apalagi bila otak mereka dicuci, lalu ditanamkan doktrin bahwa yang menyebabkan mereka miskin adalah orang-orang kafir barat. Terbakarlah mereka. Ditambah lagi bahwa kalau mereka bisa membunuh orang-orang non muslim Barat, mereka akan dibalas degan surge yang didalamnya terdapt bidadari – bidadari cantik yang siap menambutnya.
Solusinya bukan hanya dengan sekedar teori pakar ekonomi atau peraturan atau sekedar janji-janji manis saat orasi kampanye. Rakyat sudah bosan janji-janji manis para pelaku ekonomi. Mereka butuh tindakan nyata dari Pemerintah untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan mereka.
2. Kemungkaran dan kemaksiatan.
Setiap anak bangsa tentu ada rasa tidak puas, bereaksi, dan berontak, jika tiap hari melihat kemaksiatan mengepung, kemungkaran melilit roda kehidupan, ketimpangan social menggurita, korupsi meajalela, prostitusi terbuka lebar, dan pelanggaran hak asasi beragama semakin marak.
Nah, reaksi itu, kalau tanpa didukung oleh ilmu agama yang memadai dan pemahaman yang lurus, dan tanpa bimbingan ulama yang terpercaya ilmunya, bias menggumpal menjadi aksi terorisme sebagai jalan pintas.
Solusi untuk menghambat laju reaksi neatif tersebut adalah dengan mengoptimalkan peran pesantren, sekolah islam, da’i / ustadz / tokoh ulama, dengan mengembalikan system, kurikulum dan pemahaman islam kepada Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman yang lurus sesuai yang dipahami dan dipaktekkan oleh Rosulullah dan para sahabat beliau.
Dan tidak kalh pentingnya adalah kejasama sekolah dngan orang tua untuk mengawasi anak-anak mereka, dengan siapa mereka bergaul dan apa yang mereka lakukan.
3. Doktrin agama yang salah.
Aksi terorisme muncul akibat kesalahan dalam menimba ilmu islam. Kesalahan juga bias bersumber dari pengambilan pemahaman islam dari orang-orang yang belum diakui kapasitas keilmuannya dan keagamaannya. Kesalahan juga bisa bersifat teoritis maupun aplikatf. Contoh, doktrin jihad. Doktrin ini diambil dari ulama “palsu” atau dari buku-buku agama yang menyimpang dalam memahami jihad yang benar.
Solusinya sama seperti poin 2 diatas.
4. Tidak paham kaidah maslahat dan mafsadah.
Sedikitnya atau bahkan ketidak pahaman tentang kaidah maslahat (pertimbangan dampak positif dalam bertindak) dan mafsadah (pertimbangan dampak negative) merupakan salah satu sumber dari tindakan nyleneh para pelaku terorisme. Maksud hati hendak berjihad, tapi akibat jihad nyleneh mereka, dampak negative menjurus pada ajaran islam yang cinta damai, semua orang islam dicurigai, bahkan pesantren yang merupakan tempat menimba ilmu agama pun jadi ditakuti serta dijauhi oleh masyarakat. Inna lillah…..
Solusinya yaitu dengan mempelajari secara mendalam dan sesuai pemahaman yang lurus dalam memahami tentang maslahat dan masfsadah.
5. Ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan.
Kondisi keamanan dan politik yang tidak stabil banyak dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk melancarkan aksinya.
Contoh paling factual adalah yang terjadi di Negara kita Indonesia. Sejak reformasi digulirkan, semua orang berharap terjadinya perbaikan mendasar pada tatanan social dan kenegaraan. Banayak “elemen” masyarakat yang mencoba menawarkan system bernegara. Baik dari kalangan sosialis, demokrasi bahkan religious (islam). Namun ada juga yang mencoba dengan jalan kekerasan untuk merubah system bernegara dengan idiologi yang mereka bawa.
Di tengah era reformasi catatan kejahatan moral dan kemanusiaan semakin menumpuk dan aksi criminal social dan agama makin marak. Dan yang paling popular dan akrab selain terorisme adalah korupsi, suap,sogok, pungli, dan money politics, termasuk penyelundupan, illegal logging (pembalakan liar), illegal fishing (pencurian ikan), dan illegal mining (penambangan liar).
6. Frustasi / stess dalam menapaki jalan dakwah.
Para pelaku terorisme dan bom bunuh diri menolak tegas saat mereka disamakan dengan pelaku bunuh diri. Alasan mereka, bunuh diri hanyalah dilakukan oleh orang yang frustasi, sementara mereka mengklaim bahwa pengorbanan mereka itu merupakan wujud kecintaan dan pengorbanan demi kejayaan islam. Namun sejatinya keduanya sama saja, sama-sama frustasi alias stress.
Bgaimana tidak? Anak-anak muda itu sudah tak tahan dan tak sabar melihat Islam di seluruh dunia khusunya Indonesia semakin terpuruk, mereka tak tahan tempat kesyirikan dimana-mana. Lalu mereka ingin daulah islam segera berdiri, segera Berjaya dan berkuasa, namun kenatannya, daulah islam yang diimpikan tak kunjung tegak. Mereka pun akhirnya frustasi dalam berdakwah, lalu potong kompas menempuh jalur kekerasan.
Wallahul musta’an
dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.