Jumat, 09 Desember 2011

Salah kaprah dalam memperjuangkan islam

Bagian Keempat
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz

Kalau begitu, Bagaimana manhaj yang benar dan jalan yang benar?
Tidak diragukan lagi bahwasanya metode yang benar adalah sebagaimana yang dipropagandakan atau didengungkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengingatkan kepada para sahabatnya dalam setiap khutbah, "Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam." (Ket : Potongan dari hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim No 867 dari hadits Jabir Bin Abdillah y, hadits tersebut merupakan potongan dari hadits Khutbah sewaktu haji yang mana Rasulullah a memulai khutbah dengannya. Dan Imam Albani memiliki tulisan yang berharga dalam permasalahan tersebut, ia menjelaskan jalan-jalannya dan berbicara tentang fiqihnya. Maka rujuklah karena di dalamnya terdapat faidah yang banyak.). Maka setiap Muslim secara keseluruhan (khususnya yang memiliki perhatian terhadap eksisnya hukum Islam) hendaknya mereka memulai sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai, yaitu sebagaimana yang kami ringkaskan dengan dua kalimat yang sederhana "Tasfiyah dan Tarbiyah".
Hal itu dikarenakan kita mengetahui hakikat yang tetap dan kuat yang dilupakan (atau pura-pura lupa) oleh mereka yang salah, yang tidak memiliki kemampuan kecuali hanya menyatakan bahwa hakim tersebut kafir, kemudian tidak berbuat apa-apa. Dan mereka akan tetap mengumumkan atau menyatakan kafir terhadap para hakim, kemudian tidak muncul dari mereka atau tentang mereka kecuali fitnah dan cobaan.
Kenyataannya pada tahun-tahun terakhir ini mereka telah melakukan banyak hal, dimulai dari fitnahnya Al-Haram di Mekkah, kemudian sampai ke Mesir, dan pembunuhan Anwar Saddat, dan berakhir di Suriah, kemudian sekarang di Mesir dan Aljazair nampak jelas bagi setiap orang tentang bagaimana tumpahnya darah-darah kaum muslimin yang tidak berdosa disebabkan oleh fitnah dan cobaan ini, dan banyak lagi bermunculan cobaan dan kerugian.
Semua ini disebabkan oleh tindakan mereka yang menyalahi banyak nash-nash al-Qur'an dan Sunnah, dan yang paling penting adalah firman Allah Ta'ala, yang artinya, "Sungguh telah terdapat bagi diri kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan hari akhir dan banyak menyebut atau dzikir kepada Allah" (al-Ahzab: 21). Apabila kita ingin menegakkan hukum Allah di muka bumi-dengan sunguh-sungguh bukan hanya sekedar pembicaraan- apakah kita memulai dengan mengkafirkan para hakim sedangkan kita tidak mampu menghadapinya? apalagi memeranginya? Atau kita mesti memulai dengan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya adalah firman Allah Ta'ala,, yang artinya, "Sungguh telah terdapat bagi kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik" tetapi dengan apa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai?
Dapat dipastikan bagi setiap orang yang mencium wanginya ilmu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengan dakwah di antara orang-orang yang beliau anggap ada yang memiliki kesiapan untuk menerima kebenaran (haq), kemudian dari kalangan para sahabat penerima yang hak tersebut sebagaimana sudah dikenal dalam sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian, setelah itu terjadilah penyiksaan dan kekerasan yang menimpa kaum Muslimin di Mekkah, kemudian datanglah perintah untuk berhijrah yang pertama dan kedua, hingga Allah Ta'ala menguatkan Islam di Madinah al-Munawarah. Mulailah di sana bermunculan kekerasan, penentangan, dan dimulainya peperangan antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir dari satu sisi, kemudian yahudi dari sisi yang lain,dan begitulah seterusnya...
Jadi, kita harus memulai dengan mengajarkan Islam kepada manusia dengan benar, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengannya, tetapi sekarang kita tidak boleh hanya melakukan pembelajaran saja, karena telah masuk ke dalam Islam sesuatu yang bukan dari Islam, dan sesuatu yang tidak ada hubungan dengannya, di antara-nya adalah bid'ah dan hal-hal yang diada-adakan yang menjadi sebab runtuhnya bangunan Islam yang tinggi.
Karena itu, yang harus dilakukan oleh para da'i adalah hendaklah mereka memulai dengan pemurnian dan sterilisasi Islam ini dari sesuatu yang akan mengotorinya.
Inilah dasar yang pertama: Tashfiyah (Permunian)
Adapun dasar yang kedua, hendaklah pemurnian ini Disertai dengan tarbiyah para pemuda Muslim yang tumbuh atas dasar Islam yang telah dimurnikan. (Ket : Syekh Ibnu Utsaimin Hafidzahullah berkata, "Syekh Imam al-Albani menginginkan agar terlebih dahulu dilakukan pembersihan atau pemurnian Islam, dikarenakan Islam sekarang terdapat di dalamnya cela dalam akidah, akhlak, mu'amallah, dan ibadah. Semua cela yang empat ini; dalam akidah misalnya "Ini Asy'ari, Ini Mu'tazili, dst." Di dalam ibadah misalnya "Ini Sufi," "Ini Qadiri," "Ini Tijani" (nama-nama kelompok tarikat) dsb. Adapun dalam mu'amalah misalnya, "Ini menghalalkan riba produktif," dan "Ini mengharamkannya," "Ini membolehkan judi dan ini mengharamkannya."
Maka kamu akan mendapatkan bahwa Islam untuk pertama kali membutuhkan pembersihan dari kotoran ini. Hal ini membutuhkan pengorbanan yang besar dari para ulama dan para pencari ilmu, kemudian setelah itu dididik berdasarkan Islam yang telah dimurnikan dari cela-cela ini. Maka ketika itu akan lahir generasi-generasi muda yang memiliki akidah yang selamat dan akhlak serta etika yang mulia sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah serta para Salafus Shalih))
Apabila kita mempelajari keberadaan kelompok-kelompok Islam yang berdiri belum lama ini, pemikiran-pemikiran dan pergerakannya, niscaya kita akan mendapatkan banyak dari mereka yang tidak mengambil manfaat atau memberikan manfaat yang layak disebutkan. Betapapun teriakan mereka dan kegaduhan mereka bahwasanya mereka menghendaki pemerintahan Islam, merupakan tindakan yang menyebabkan mengalirnya darah-darah orang yang tidak berdosa dengan hujjah atau dalil yang lemah ini, tanpa mampu merealisasikan apa yang mereka inginkan. Kita masih mendengar dari mereka akidah-akidah yang bertentangan dengan kitab dan sunnah, juga perbuatan-perbuatan yang menyalahi kitab dan sunnah, selain dari pengulangan mereka terhadap usaha-usaha yang gagal yang bertentangan dengan syariah.
Sebagai penutup saya katakan bahwa ada perkataan yang dilontarkan salah seorang da'i. (Ustadz Hasan Al-Hudaibi rahimahullah) Saya berharap dari para pengikutnya untuk tetap konsisten dengan perkataan tersebut dan merealisasikan perkataan itu, "Tegakkanlah negara Islam pada hati kalian niscaya akan tegak pula pada bumi kalian." (Syekh Ibnu Utsaimin berkata, "Perkataan ini baik." Allah lah tempat kita memohon pertolongan).
Karena apabila seorang muslim meluruskan akidahnya sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah maka tidak diragukan lagi bahwa dengan itu akan menjadi baik pulalah ibadahnya, akhlak, dan tingkah lakunya. Tetapi perkataan yang baik ini sangat disayangkan tidak diamalkan oleh mereka, mereka tetap saja berteriak mengangkat suara menuntut didirikannya negara Islam, tetapi tanpa ada guna. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
Kalian menghendaki keselamatan tetapi tidak menempuh jalan-jalannya sesungguhnya perahu itu tidak akan pernah bisa berlayar di atas daratan.
Semoga semua yang sudah saya sebutkan bisa memberikan kepuasan bagi setiap orang yang hadir, dan bagi setiap orang yang mencegah setiap kewenang-wenangan. Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan.
Rekomendasi Yang Mulia Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga dilimpahkan atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, para sahabat, dan orang yang mengikuti petunjuknya. (Ket : Ini adalah komentar dari Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz terhadap perkataan Imam al-Albani, yang lalu, komentar ini telah dipublikasikan dalam majalah dakwah edisi 1511 pada tanggal 11/05/1416 H bertepatan dengan tanggal 5/10/1995 M dipublikasikan pula oleh surat kabar Al-Muslimun edisi 557 tanggal 12/05/1416 H bertepatan dengan tanggal 06/10/1995 M). ) Saya telah meneliti jawaban yang bermanfaat serta berharga yang dilontarkan oleh Syaikh Muhammad Nasi-ruddin al-Albani Wafaqahullah, yang telah dipublikasikan dalam surat kabar Al-Muslimun, yang mana beliau telah menjawab pertanyaan orang yang bertanya tentang tindakan mengkafirkan terhadap orang yang menghukumi atau memerintah dengan sesuatu yang bukan diturunkan Allah (al-Qur'an) dengan tanpa mendetail/rincian.
Maka saya mendapatkannya sebagai perkataan yang berharga di dalamnya, beliau menerangkan yang hak dan menempuh jalan orang-orang Mukmin dalam melontarkan kata-kata tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwasanya seseorang tidak boleh mengkafirkan orang yang menghukumi atau memerintah dengan selain yang diturunkan Allah hanya dengan perbuatan saja tanpa mengetahui terlebih dahulu bahwasanya ia (yang menghukumi atau yang memerintah) menghalalkan tindakan itu dengan hatinya, dan berhujjah dengan apa yang dijelaskan oleh hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dan yang lainnya dari kalangan para Salaful Ummah.
Tidak diragukan lagi bahwa apa yang beliau sebutkan dalam jawaban itu berkaitan dengan penafsiran firman Allah Ta'ala, yang artinya, "Dan barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah kafir." (al-Maidah: 44), "Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah dzalim." (al-Maidah: 45), "Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah fasik." (al-Maidah: 47) itu adalah yang benar.
Beliau menjelaskan pula bahwasanya kufur terbagi dua yaitu kufur besar dan kecil sebagaimana zalim juga dibagi dua dan begitu pula halnya dengan fasik terbagi menjadi dua yaitu besar dan kecil.
Maka barangsiapa yang membolehkan atau menghalalkan untuk menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah, atau membolehkan zina, riba, atau yang lainnya dari hal-hal yang diharamkan secara ijma', maka ia telah kufur dengan kufur yang besar. Ia telah berbuat zalim dengan kezaliman yang besar, dan telah fasik dengan kefasikan yang besar.
Barangsiapa yang melakukannya tanpa menghalalkan, maka kekufurannya adalah kufur kecil, zalimnya zalim kecil, begitu pula halnya dengan kefasikannya, karena Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu,
سِبَابُ الْمُسْلِم فُسُوْقٌ, وَ قِتَالُهُ كُفْرٌ
"Mencaci seorang muslim adalah fasik dan memeranginya adalah kufur." Yang dimaksud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits ini adalah fasik yang kecil serta kufur yang kecil. Adapun redaksinya kelihatan umum, untuk membuat orang menjauhkan diri dari perbuatan yang mungkar ini. Begitu pula dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
اِثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌُ: اَلطَّعْنُ فِي النَّسَبِ, وَ النِّيَاحَةُ عَليَ الْمَيِّتِ
"Ada dua hal pada diri manusia yang mana dengan dua hal tersebut mereka menjadi kufur, yaitu mencemarkan nama baik keluarga dan meratapi mayat." (HR Imam Muslim),
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِيْ كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
"Janganlah kalian sepeninggalku menjadi kufur, sebagian dari kalian memukul punggung sebagian yang lain." (Ket : dikeluarkan oleh Imam Bukhari No. 7080 dan Imam Muslim No. 65 dari hadist Jarir radhiallahu ‘anhu. Dan dikeluarkan pula oleh Imam Bukhari No 7077 dan Imam Muslim No. 66 dari hadist Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma. Dan dikeluarkan pula oleh Imam Bukhari No. 7078 dari hadist Abi Bakarah radhiallahu ‘anhu dan Bukhari No. 7079 dari hadist Abdullah Bin Abbas radhiallahu ‘anhu).) Hadits-hadits yang berkaitan dengan makna ini sangat banyak. Maka yang harus dilakukan oleh setiap Muslim khususnya ahli ilmu adalah berhati-hati dalam segala urusan dan menghukumi berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah serta jalannya Salaful-Ummah (orang terdahulu yang salih), dan harus waspada terhadap jalan yang berbahaya yang ditempuh oleh banyak manusia untuk menggeneralisasi hukum-hukum tanpa meneliti terlebih dahulu.
Ahli ilmu pun harus memperhatikan dakwah kepada Allah Ta'ala secara teliti atau terperinci, menjelaskan Islam terhadap manusia dengan dalil-dalilnya dari Kitabullah dan as-Sunnah, memberi dorongan kepada mereka untuk tetap istiqamah di atasnya, dan memberikan wasiat serta nasihat tentang ajaran Islam dibarengi dengan memperingatkan mereka dari segala sesuatu yang menyalahi hukum-hukum Islam.
Dengan tindakan seperti demikian berarti mereka telah menempuh jalannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan jalannya para Khulafaur Rasyidin juga sahabat-sahabat Nabi yang diridhai Allah dalam menjelaskan jalan yang haq, dan menunjukkan kepadanya serta memberikan peringatan dari sesuatu yang menyalahinya sebagai bentuk aplikasi dari firman Allah Ta'ala, "Dan siapa yang lebih baik kata-katanya dari orang yang mengajak kepada Allah dan beramal saleh serta berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah orang-orang yang berserah diri." (Fushilat: 33);
firman Allah, yang artinya, "Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, maka Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik." (Yusuf:108);
firman Allah juga, "Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik" (An-Nahl: 125).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ دَلَّ عَلىَ خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلَ أَجْرِ فَاعِلِهِ
"Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan maka baginya pahala seperti orang yang melakukannya." (dikeluarkan oleh Imam Muslim No. 1893 dari hadits Abi Mas'ud Al-Ansyari radhiallahu ‘anhu).) Sabdanya yang lain,
مَنْ دَعَا إِليَ هُدَى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ, لاَ يَنْقُصُ مِنْ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا, وَمَنْ دَعَا إِليَ ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلَ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَبْئًا
"Barangsiapa menyeru kepada petunjuk niscaya baginya pahala seperti pahala yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan niscaya baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosanya." (dikeluarkan oleh Imam Muslim No. 2674 dari hadist Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)) Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ali radhiallahu ‘anhu ketika ia diutus kepada orang yahudi pada perang Khaibar,
أُدْعُهُمْ إِلىَ الْإِسْلاَمِ وَ أَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ. فَوَاللهِ لَئِنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمُرٍ النِّعَمْ.
"Ajaklah mereka kepada Islam dan beritahulah mereka dengan kewajiban mereka terhadap Allah di dalamnya. Maka demi Allah, apabila Allah memberikan petunjuk dengan sebab kamu kepada salah satu dari mereka hal itu lebih baik bagi kamu daripada unta yang sangat bagus." (dikeluarkan oleh Imam Bukhari No.2942 dan oleh Imam Muslim No. 2406 dari hadist Sahal Bin Sa'ad Bin Sa'ad radhiallahu ‘anhu).)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetap di Mekkah selama 13 tahun untuk mengajak manusia mengesakan Allah, dan memasuki agama Islam dengan nasihat dan hikmah, kesabaran dan retorika yang baik, sehingga Allah memberikan petunjuk dengan sebab usahanya dan para sahabat terhadap orang yang telah lebih dahulu mendapatkan kebahagiaan. Kemudian, beliau hijrah ke Madinah, dan melanjutkan dakwahnya kepada Allah Ta'ala. Beliau dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum berdakwah dengan hikmah dan nasihat yang baik, dengan kesabaran dan bantahan yang baik sehingga Allah Ta'ala mensyariatkan jihad kepadanya dengan menggunakan pedang melawan kaum kafir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya melakukan jihad tersebut dengan sempurna sehingga Allah menguatkan mereka dan memberikan kemenangan kepadanya, serta menjadikan bagi mereka akibat atau dampak yang baik atau terpuji.
Begitulah kemenangan dan akibat yang baik akan menjadi bagian bagi orang yang mengikuti Rasul dan para sahabatnya dengan baik dan berjalan di atas jalan-Nya sampai hari Kiamat. Allah bertanggungjawab untuk menjadikan kita dan saudara-saudara kita yang seagama termasuk dari orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dan memberikan rezeki kepada kita juga semua saudara-saudara kita yang menyeru kepada Allah ilmu yang diamalkan dan amal yang saleh, serta kesabaran untuk tetap di atas jalan yang haq sehingga kita bertemu dengan Allah Ta'ala. Sesungguhnya Dialah Allah yang menguasai hal itu dan berkuasa atasnya. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari Kiamat.
Komentar Syaikh Imam Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Terhadap Perkataan Syaikh Imam al-Albani Dan Abdullah Bin Baz
Yang dipahami dari perkataan dua Syaikh (Ket : Setelah dibacakan kepada Syaikh Ibnu Utsaimin perkataan Imam al-Albani yang terdahulu tentang masalah pengkafiran dan menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah. Telah dibacakan pula kepadanya komentar Imam Abdullah Bin Baz terhadap perkataan Imam al-Albani, kemudian setelah itu Ibnu Utsaimin mengomentari dengan komentar yang ringkas yang mencakup keduanya sebagai ringkasan dari yang terdahulu, semoga Allah memberikan manfaat dengannya) bahwasanya kufur itu untuk orang yang menghalalkan hal tersebut. Adapun orang yang menghukumi dengannya (dengan selain yang diturunkan Allah) bahwasannya ia telah bermaksiat dan menyalahi. Tetapi ini bukanlah kufur karena ia tidak menghalalkannya tetapi terkadang di karenakan ia takut atau lemah atau yang menyerupai hal itu. Untuk itulah ketiga ayat (Ket : Yakni firman Allah, "dan barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah kafir"; firman Allah"; "dan barangsiapa tidak menghukumi dengan apa yang ditu-runkan Allah maka mereka adalah zalim."; juga firman Allah "dan barangsiapa yang tidak meng-hukumi dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah fasik."(al-Maidah 44, 45, 47)) berada pada tiga keadaan:
* Barangsiapa yang menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah dengan maksud menggantikan agama Allah, maka ini adalah kufur besar yang mengeluarkannya dari agama karena ia telah menjadikan dirinya sebagai pembuat hukum bersama Allah Ta'ala.
* Barangsiapa yang menghukumi dengan selain yang diturunkan oleh Allah karena hawa nafsu yang ada pada dirinya atau takut akan dirinya atau sebab lainnya maka ia tidak kufur tetapi berpindah kepada fasik.
* Barangsiapa yang menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah dengan dasar permusuhan dan berbuat zalim maka ini tidak Mungkin tidak ada dalam penerapan undang-undang manusia, namun ada dalam hukum secara khusus seperti halnya ia menghukumi seseorang dengan selain yang diturunkan Allah dengan di dasari dendam kepadanya maka ini dikatakan bahwa ia adalah zalim. Maka sifat-sifat ini ditetapkan berdasarkan kondisi.
Di antara sebagian ulama ada yang berkata bahwasanya sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat untuk satu orang yang disifati, dan bahwasanya setiap kafir adalah zalim dan setiap kafir adalah fasik dan mereka berdalil dengan firman Allah, "Dan orang-orang kafir itu mereka adalah dzalim. " (al-Baqarah: 254)
dan firman Allah, "Dan adapun orang-orang fasik maka tempat mereka adalah neraka. " (as-Sajdah: 20) dan ini adalah fasik yang besar.
Bagaimana pun permasalahannya, maka seperti yang telah disinggung oleh Syaikh Imam al-Albani Wafaqahullah dan Rahimahullah di dunia dan di akhirat, bahwasanya manusia melihat apa hasilnya? Bukan masalah teori, tapi yang penting adalah pengamalan, bagaimana hasilnya?
Setelah ini saudaraku yang Muslim, "Apakah kamu tahu hukum mengkafirkan seorang muslim dan mengkafirkan masyarakat?" Apakah kamu tahu bahaya besar yang menimpa kebanyakan pemuda Islam disebabkan masalah ini?
Jadi, tidak ada setelah yang haq kecuali kesesatan yang nyata.
Kemudian ketahuilah wahai para pemuda yang berakal, bahwasanya seorang Muslim akan tetap pada keislamannya walaupun melakukan dosa, walaupun dosa tersebut dosa besar. Sesungguhnya ia tidak menjadi kafir dan tidak layak dikatakan bahwa ia adalah kafir. Apabila melakukan perbuatan yang mengakibatkan ia menjadi kafir, maka sesungguhnya ia ketika itu dihukumi kafir, tetapi pene-tapan ini tidak dilakukan kecuali oleh para ulama yang ilmunya dalam. Merekalah yang berhak menghukumi bahwa si fulan itu kafir atau murtad.
Hendaknya rasa takut dikedepankan oleh orang yang melontarkan kalimat kufur kepada saudaranya yang Muslim atau terhadap para penguasa atau terhadap masyarakat yang beragama Islam. Hendaklah ia takut kalimat tersebut akan kembali kepadanya, hingga ia akan menjadi seperti yang diberitahukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya, "Kecuali kalimat itu akan kembali kepadanya."
Maka demi Allah, wahai para pemuda berpegang teguhlah kepada jalannya salafus salih, jauhilah fitnah-fitnah yang ada pada zaman sekarang yang telah menyibukkan banyak kaula muda. Mereka menghabiskan waktunya dan umurnya, serta menghabiskan masa mudanya dengan sesuatu yang tidak memberikan apa-apa kecuali kerugian yang nyata. Allah-lah tempat memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya lah kita bertawakal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.