Bagian Keempat
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz
Kalau begitu, Bagaimana manhaj yang benar dan jalan yang benar?
Tidak diragukan lagi bahwasanya metode
yang benar adalah sebagaimana yang dipropagandakan atau didengungkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengingatkan
kepada para sahabatnya dalam setiap khutbah, "Dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam." (Ket : Potongan
dari hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim No 867 dari hadits Jabir
Bin Abdillah y, hadits tersebut merupakan potongan dari hadits Khutbah
sewaktu haji yang mana Rasulullah a memulai khutbah dengannya. Dan Imam
Albani memiliki tulisan yang berharga dalam permasalahan tersebut, ia
menjelaskan jalan-jalannya dan berbicara tentang fiqihnya. Maka rujuklah
karena di dalamnya terdapat faidah yang banyak.). Maka setiap Muslim
secara keseluruhan (khususnya yang memiliki perhatian terhadap eksisnya
hukum Islam) hendaknya mereka memulai sebagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memulai, yaitu sebagaimana yang kami ringkaskan dengan
dua kalimat yang sederhana "Tasfiyah dan Tarbiyah".
Hal itu dikarenakan kita mengetahui
hakikat yang tetap dan kuat yang dilupakan (atau pura-pura lupa) oleh
mereka yang salah, yang tidak memiliki kemampuan kecuali hanya
menyatakan bahwa hakim tersebut kafir, kemudian tidak berbuat apa-apa.
Dan mereka akan tetap mengumumkan atau menyatakan kafir terhadap para
hakim, kemudian tidak muncul dari mereka atau tentang mereka kecuali
fitnah dan cobaan.
Kenyataannya pada tahun-tahun terakhir
ini mereka telah melakukan banyak hal, dimulai dari fitnahnya Al-Haram
di Mekkah, kemudian sampai ke Mesir, dan pembunuhan Anwar Saddat, dan
berakhir di Suriah, kemudian sekarang di Mesir dan Aljazair nampak jelas
bagi setiap orang tentang bagaimana tumpahnya darah-darah kaum muslimin
yang tidak berdosa disebabkan oleh fitnah dan cobaan ini, dan banyak
lagi bermunculan cobaan dan kerugian.
Semua ini disebabkan oleh tindakan
mereka yang menyalahi banyak nash-nash al-Qur'an dan Sunnah, dan yang
paling penting adalah firman Allah Ta'ala, yang artinya, "Sungguh telah
terdapat bagi diri kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik
bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan hari akhir dan banyak
menyebut atau dzikir kepada Allah" (al-Ahzab: 21). Apabila kita ingin
menegakkan hukum Allah di muka bumi-dengan sunguh-sungguh bukan hanya
sekedar pembicaraan- apakah kita memulai dengan mengkafirkan para hakim
sedangkan kita tidak mampu menghadapinya? apalagi memeranginya? Atau
kita mesti memulai dengan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam? Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya
adalah firman Allah Ta'ala,, yang artinya, "Sungguh telah terdapat bagi
kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik" tetapi dengan apa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai?
Dapat dipastikan bagi setiap orang yang
mencium wanginya ilmu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memulai dengan dakwah di antara orang-orang yang beliau anggap ada yang
memiliki kesiapan untuk menerima kebenaran (haq), kemudian dari
kalangan para sahabat penerima yang hak tersebut sebagaimana sudah
dikenal dalam sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian,
setelah itu terjadilah penyiksaan dan kekerasan yang menimpa kaum
Muslimin di Mekkah, kemudian datanglah perintah untuk berhijrah yang
pertama dan kedua, hingga Allah Ta'ala menguatkan Islam di Madinah
al-Munawarah. Mulailah di sana bermunculan kekerasan, penentangan, dan
dimulainya peperangan antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir dari
satu sisi, kemudian yahudi dari sisi yang lain,dan begitulah
seterusnya...
Jadi, kita harus memulai dengan
mengajarkan Islam kepada manusia dengan benar, sebagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengannya, tetapi sekarang kita
tidak boleh hanya melakukan pembelajaran saja, karena telah masuk ke
dalam Islam sesuatu yang bukan dari Islam, dan sesuatu yang tidak ada
hubungan dengannya, di antara-nya adalah bid'ah dan hal-hal yang
diada-adakan yang menjadi sebab runtuhnya bangunan Islam yang tinggi.
Karena itu, yang harus dilakukan oleh
para da'i adalah hendaklah mereka memulai dengan pemurnian dan
sterilisasi Islam ini dari sesuatu yang akan mengotorinya.
Inilah dasar yang pertama: Tashfiyah (Permunian)
Adapun dasar yang kedua, hendaklah
pemurnian ini Disertai dengan tarbiyah para pemuda Muslim yang tumbuh
atas dasar Islam yang telah dimurnikan. (Ket : Syekh Ibnu Utsaimin
Hafidzahullah berkata, "Syekh Imam al-Albani menginginkan agar terlebih
dahulu dilakukan pembersihan atau pemurnian Islam, dikarenakan Islam
sekarang terdapat di dalamnya cela dalam akidah, akhlak, mu'amallah, dan
ibadah. Semua cela yang empat ini; dalam akidah misalnya "Ini Asy'ari,
Ini Mu'tazili, dst." Di dalam ibadah misalnya "Ini Sufi," "Ini Qadiri,"
"Ini Tijani" (nama-nama kelompok tarikat) dsb. Adapun dalam mu'amalah
misalnya, "Ini menghalalkan riba produktif," dan "Ini mengharamkannya,"
"Ini membolehkan judi dan ini mengharamkannya."
Maka kamu akan mendapatkan bahwa Islam
untuk pertama kali membutuhkan pembersihan dari kotoran ini. Hal ini
membutuhkan pengorbanan yang besar dari para ulama dan para pencari
ilmu, kemudian setelah itu dididik berdasarkan Islam yang telah
dimurnikan dari cela-cela ini. Maka ketika itu akan lahir
generasi-generasi muda yang memiliki akidah yang selamat dan akhlak
serta etika yang mulia sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah serta para
Salafus Shalih))
Apabila kita mempelajari keberadaan
kelompok-kelompok Islam yang berdiri belum lama ini, pemikiran-pemikiran
dan pergerakannya, niscaya kita akan mendapatkan banyak dari mereka
yang tidak mengambil manfaat atau memberikan manfaat yang layak
disebutkan. Betapapun teriakan mereka dan kegaduhan mereka bahwasanya
mereka menghendaki pemerintahan Islam, merupakan tindakan yang
menyebabkan mengalirnya darah-darah orang yang tidak berdosa dengan
hujjah atau dalil yang lemah ini, tanpa mampu merealisasikan apa yang
mereka inginkan. Kita masih mendengar dari mereka akidah-akidah yang
bertentangan dengan kitab dan sunnah, juga perbuatan-perbuatan yang
menyalahi kitab dan sunnah, selain dari pengulangan mereka terhadap
usaha-usaha yang gagal yang bertentangan dengan syariah.
Sebagai penutup saya katakan bahwa ada
perkataan yang dilontarkan salah seorang da'i. (Ustadz Hasan Al-Hudaibi
rahimahullah) Saya berharap dari para pengikutnya untuk tetap konsisten
dengan perkataan tersebut dan merealisasikan perkataan itu, "Tegakkanlah
negara Islam pada hati kalian niscaya akan tegak pula pada bumi
kalian." (Syekh Ibnu Utsaimin berkata, "Perkataan ini baik." Allah lah
tempat kita memohon pertolongan).
Karena apabila seorang muslim meluruskan
akidahnya sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah maka tidak diragukan lagi
bahwa dengan itu akan menjadi baik pulalah ibadahnya, akhlak, dan
tingkah lakunya. Tetapi perkataan yang baik ini sangat disayangkan tidak
diamalkan oleh mereka, mereka tetap saja berteriak mengangkat suara
menuntut didirikannya negara Islam, tetapi tanpa ada guna. Sungguh benar
apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
Kalian menghendaki keselamatan tetapi
tidak menempuh jalan-jalannya sesungguhnya perahu itu tidak akan pernah
bisa berlayar di atas daratan.
Semoga semua yang sudah saya sebutkan
bisa memberikan kepuasan bagi setiap orang yang hadir, dan bagi setiap
orang yang mencegah setiap kewenang-wenangan. Dan Allah-lah tempat
memohon pertolongan.
Rekomendasi Yang Mulia Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
Segala puji bagi Allah, shalawat serta
salam semoga dilimpahkan atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
keluarganya, para sahabat, dan orang yang mengikuti petunjuknya. (Ket :
Ini adalah komentar dari Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz terhadap
perkataan Imam al-Albani, yang lalu, komentar ini telah dipublikasikan
dalam majalah dakwah edisi 1511 pada tanggal 11/05/1416 H bertepatan
dengan tanggal 5/10/1995 M dipublikasikan pula oleh surat kabar
Al-Muslimun edisi 557 tanggal 12/05/1416 H bertepatan dengan tanggal
06/10/1995 M). ) Saya telah meneliti jawaban yang bermanfaat serta
berharga yang dilontarkan oleh Syaikh Muhammad Nasi-ruddin al-Albani
Wafaqahullah, yang telah dipublikasikan dalam surat kabar Al-Muslimun,
yang mana beliau telah menjawab pertanyaan orang yang bertanya tentang
tindakan mengkafirkan terhadap orang yang menghukumi atau memerintah
dengan sesuatu yang bukan diturunkan Allah (al-Qur'an) dengan tanpa
mendetail/rincian.
Maka saya mendapatkannya sebagai
perkataan yang berharga di dalamnya, beliau menerangkan yang hak dan
menempuh jalan orang-orang Mukmin dalam melontarkan kata-kata tersebut.
Beliau juga menjelaskan bahwasanya seseorang tidak boleh mengkafirkan
orang yang menghukumi atau memerintah dengan selain yang diturunkan
Allah hanya dengan perbuatan saja tanpa mengetahui terlebih dahulu
bahwasanya ia (yang menghukumi atau yang memerintah) menghalalkan
tindakan itu dengan hatinya, dan berhujjah dengan apa yang dijelaskan
oleh hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dan yang lainnya dari kalangan
para Salaful Ummah.
Tidak diragukan lagi bahwa apa yang
beliau sebutkan dalam jawaban itu berkaitan dengan penafsiran firman
Allah Ta'ala, yang artinya, "Dan barangsiapa yang tidak menghukumi
dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah kafir." (al-Maidah:
44), "Barangsiapa yang tidak menghukumi dengan yang diturunkan Allah
maka mereka adalah dzalim." (al-Maidah: 45), "Barangsiapa yang tidak
menghukumi dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah fasik."
(al-Maidah: 47) itu adalah yang benar.
Beliau menjelaskan pula bahwasanya kufur
terbagi dua yaitu kufur besar dan kecil sebagaimana zalim juga dibagi
dua dan begitu pula halnya dengan fasik terbagi menjadi dua yaitu besar
dan kecil.
Maka barangsiapa yang membolehkan atau
menghalalkan untuk menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah, atau
membolehkan zina, riba, atau yang lainnya dari hal-hal yang diharamkan
secara ijma', maka ia telah kufur dengan kufur yang besar. Ia telah
berbuat zalim dengan kezaliman yang besar, dan telah fasik dengan
kefasikan yang besar.
Barangsiapa yang melakukannya tanpa
menghalalkan, maka kekufurannya adalah kufur kecil, zalimnya zalim
kecil, begitu pula halnya dengan kefasikannya, karena Nabi shallalahu
‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu,
سِبَابُ الْمُسْلِم فُسُوْقٌ, وَ قِتَالُهُ كُفْرٌ
"Mencaci seorang muslim adalah fasik dan
memeranginya adalah kufur." Yang dimaksud Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam hadits ini adalah fasik yang kecil serta kufur
yang kecil. Adapun redaksinya kelihatan umum, untuk membuat orang
menjauhkan diri dari perbuatan yang mungkar ini. Begitu pula dengan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
اِثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌُ: اَلطَّعْنُ فِي النَّسَبِ, وَ النِّيَاحَةُ عَليَ الْمَيِّتِ
"Ada dua hal pada diri manusia yang mana
dengan dua hal tersebut mereka menjadi kufur, yaitu mencemarkan nama
baik keluarga dan meratapi mayat." (HR Imam Muslim),
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِيْ كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
"Janganlah kalian sepeninggalku menjadi
kufur, sebagian dari kalian memukul punggung sebagian yang lain." (Ket :
dikeluarkan oleh Imam Bukhari No. 7080 dan Imam Muslim No. 65 dari
hadist Jarir radhiallahu ‘anhu. Dan dikeluarkan pula oleh Imam Bukhari
No 7077 dan Imam Muslim No. 66 dari hadist Ibnu Umar radhiallahu
‘anhuma. Dan dikeluarkan pula oleh Imam Bukhari No. 7078 dari hadist Abi
Bakarah radhiallahu ‘anhu dan Bukhari No. 7079 dari hadist Abdullah Bin
Abbas radhiallahu ‘anhu).) Hadits-hadits yang berkaitan dengan makna
ini sangat banyak. Maka yang harus dilakukan oleh setiap Muslim
khususnya ahli ilmu adalah berhati-hati dalam segala urusan dan
menghukumi berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah serta jalannya Salaful-Ummah
(orang terdahulu yang salih), dan harus waspada terhadap jalan yang
berbahaya yang ditempuh oleh banyak manusia untuk menggeneralisasi
hukum-hukum tanpa meneliti terlebih dahulu.
Ahli ilmu pun harus memperhatikan dakwah
kepada Allah Ta'ala secara teliti atau terperinci, menjelaskan Islam
terhadap manusia dengan dalil-dalilnya dari Kitabullah dan as-Sunnah,
memberi dorongan kepada mereka untuk tetap istiqamah di atasnya, dan
memberikan wasiat serta nasihat tentang ajaran Islam dibarengi dengan
memperingatkan mereka dari segala sesuatu yang menyalahi hukum-hukum
Islam.
Dengan tindakan seperti demikian berarti
mereka telah menempuh jalannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
jalannya para Khulafaur Rasyidin juga sahabat-sahabat Nabi yang diridhai
Allah dalam menjelaskan jalan yang haq, dan menunjukkan kepadanya serta
memberikan peringatan dari sesuatu yang menyalahinya sebagai bentuk
aplikasi dari firman Allah Ta'ala, "Dan siapa yang lebih baik
kata-katanya dari orang yang mengajak kepada Allah dan beramal saleh
serta berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah orang-orang yang berserah diri."
(Fushilat: 33);
firman Allah, yang artinya, "Katakanlah,
‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, maka Maha Suci Allah dan aku
tidak termasuk orang-orang musyrik." (Yusuf:108);
firman Allah juga, "Serulah kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik" (An-Nahl: 125).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ دَلَّ عَلىَ خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلَ أَجْرِ فَاعِلِهِ
"Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan
maka baginya pahala seperti orang yang melakukannya." (dikeluarkan oleh
Imam Muslim No. 1893 dari hadits Abi Mas'ud Al-Ansyari radhiallahu
‘anhu).) Sabdanya yang lain,
مَنْ دَعَا إِليَ هُدَى كَانَ
لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ, لاَ يَنْقُصُ مِنْ
ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا, وَمَنْ دَعَا إِليَ ضَلاَلَةٍ كَانَ
عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلَ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ
مِنْ آثَامِهِمْ شَبْئًا
"Barangsiapa menyeru kepada petunjuk
niscaya baginya pahala seperti pahala yang mengikutinya tanpa dikurangi
sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan
niscaya baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa
dikurangi sedikit pun dari dosanya." (dikeluarkan oleh Imam Muslim No.
2674 dari hadist Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)) Sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam kepada Ali radhiallahu ‘anhu ketika ia diutus kepada
orang yahudi pada perang Khaibar,
أُدْعُهُمْ إِلىَ الْإِسْلاَمِ
وَ أَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ.
فَوَاللهِ لَئِنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ
حُمُرٍ النِّعَمْ.
"Ajaklah mereka kepada Islam dan
beritahulah mereka dengan kewajiban mereka terhadap Allah di dalamnya.
Maka demi Allah, apabila Allah memberikan petunjuk dengan sebab kamu
kepada salah satu dari mereka hal itu lebih baik bagi kamu daripada unta
yang sangat bagus." (dikeluarkan oleh Imam Bukhari No.2942 dan oleh
Imam Muslim No. 2406 dari hadist Sahal Bin Sa'ad Bin Sa'ad radhiallahu
‘anhu).)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah
menetap di Mekkah selama 13 tahun untuk mengajak manusia mengesakan
Allah, dan memasuki agama Islam dengan nasihat dan hikmah, kesabaran dan
retorika yang baik, sehingga Allah memberikan petunjuk dengan sebab
usahanya dan para sahabat terhadap orang yang telah lebih dahulu
mendapatkan kebahagiaan. Kemudian, beliau hijrah ke Madinah, dan
melanjutkan dakwahnya kepada Allah Ta'ala. Beliau dan para sahabatnya
radhiallahu ‘anhum berdakwah dengan hikmah dan nasihat yang baik, dengan
kesabaran dan bantahan yang baik sehingga Allah Ta'ala mensyariatkan
jihad kepadanya dengan menggunakan pedang melawan kaum kafir. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya melakukan jihad
tersebut dengan sempurna sehingga Allah menguatkan mereka dan memberikan
kemenangan kepadanya, serta menjadikan bagi mereka akibat atau dampak
yang baik atau terpuji.
Begitulah kemenangan dan akibat yang
baik akan menjadi bagian bagi orang yang mengikuti Rasul dan para
sahabatnya dengan baik dan berjalan di atas jalan-Nya sampai hari
Kiamat. Allah bertanggungjawab untuk menjadikan kita dan saudara-saudara
kita yang seagama termasuk dari orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, dan memberikan rezeki kepada kita juga semua
saudara-saudara kita yang menyeru kepada Allah ilmu yang diamalkan dan
amal yang saleh, serta kesabaran untuk tetap di atas jalan yang haq
sehingga kita bertemu dengan Allah Ta'ala. Sesungguhnya Dialah Allah
yang menguasai hal itu dan berkuasa atasnya. Semoga Allah memberikan
shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan
orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari Kiamat.
Komentar Syaikh Imam Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Terhadap Perkataan Syaikh Imam al-Albani Dan Abdullah Bin Baz
Yang dipahami dari perkataan dua Syaikh
(Ket : Setelah dibacakan kepada Syaikh Ibnu Utsaimin perkataan Imam
al-Albani yang terdahulu tentang masalah pengkafiran dan menghukumi
dengan selain yang diturunkan Allah. Telah dibacakan pula kepadanya
komentar Imam Abdullah Bin Baz terhadap perkataan Imam al-Albani,
kemudian setelah itu Ibnu Utsaimin mengomentari dengan komentar yang
ringkas yang mencakup keduanya sebagai ringkasan dari yang terdahulu,
semoga Allah memberikan manfaat dengannya) bahwasanya kufur itu untuk
orang yang menghalalkan hal tersebut. Adapun orang yang menghukumi
dengannya (dengan selain yang diturunkan Allah) bahwasannya ia telah
bermaksiat dan menyalahi. Tetapi ini bukanlah kufur karena ia tidak
menghalalkannya tetapi terkadang di karenakan ia takut atau lemah atau
yang menyerupai hal itu. Untuk itulah ketiga ayat (Ket : Yakni firman
Allah, "dan barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan
Allah maka mereka adalah kafir"; firman Allah"; "dan barangsiapa tidak
menghukumi dengan apa yang ditu-runkan Allah maka mereka adalah zalim.";
juga firman Allah "dan barangsiapa yang tidak meng-hukumi dengan apa
yang diturunkan Allah maka mereka adalah fasik."(al-Maidah 44, 45, 47))
berada pada tiga keadaan:
* Barangsiapa yang menghukumi dengan
selain yang diturunkan Allah dengan maksud menggantikan agama Allah,
maka ini adalah kufur besar yang mengeluarkannya dari agama karena ia
telah menjadikan dirinya sebagai pembuat hukum bersama Allah Ta'ala.
* Barangsiapa yang menghukumi dengan
selain yang diturunkan oleh Allah karena hawa nafsu yang ada pada
dirinya atau takut akan dirinya atau sebab lainnya maka ia tidak kufur
tetapi berpindah kepada fasik.
* Barangsiapa yang menghukumi dengan
selain yang diturunkan Allah dengan dasar permusuhan dan berbuat zalim
maka ini tidak Mungkin tidak ada dalam penerapan undang-undang manusia,
namun ada dalam hukum secara khusus seperti halnya ia menghukumi
seseorang dengan selain yang diturunkan Allah dengan di dasari dendam
kepadanya maka ini dikatakan bahwa ia adalah zalim. Maka sifat-sifat ini
ditetapkan berdasarkan kondisi.
Di antara sebagian ulama ada yang
berkata bahwasanya sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat untuk satu
orang yang disifati, dan bahwasanya setiap kafir adalah zalim dan
setiap kafir adalah fasik dan mereka berdalil dengan firman Allah, "Dan
orang-orang kafir itu mereka adalah dzalim. " (al-Baqarah: 254)
dan firman Allah, "Dan adapun
orang-orang fasik maka tempat mereka adalah neraka. " (as-Sajdah: 20)
dan ini adalah fasik yang besar.
Bagaimana pun permasalahannya, maka
seperti yang telah disinggung oleh Syaikh Imam al-Albani Wafaqahullah
dan Rahimahullah di dunia dan di akhirat, bahwasanya manusia melihat apa
hasilnya? Bukan masalah teori, tapi yang penting adalah pengamalan,
bagaimana hasilnya?
Setelah ini saudaraku yang Muslim,
"Apakah kamu tahu hukum mengkafirkan seorang muslim dan mengkafirkan
masyarakat?" Apakah kamu tahu bahaya besar yang menimpa kebanyakan
pemuda Islam disebabkan masalah ini?
Jadi, tidak ada setelah yang haq kecuali kesesatan yang nyata.
Kemudian ketahuilah wahai para pemuda
yang berakal, bahwasanya seorang Muslim akan tetap pada keislamannya
walaupun melakukan dosa, walaupun dosa tersebut dosa besar. Sesungguhnya
ia tidak menjadi kafir dan tidak layak dikatakan bahwa ia adalah kafir.
Apabila melakukan perbuatan yang mengakibatkan ia menjadi kafir, maka
sesungguhnya ia ketika itu dihukumi kafir, tetapi pene-tapan ini tidak
dilakukan kecuali oleh para ulama yang ilmunya dalam. Merekalah yang
berhak menghukumi bahwa si fulan itu kafir atau murtad.
Hendaknya rasa takut dikedepankan oleh
orang yang melontarkan kalimat kufur kepada saudaranya yang Muslim atau
terhadap para penguasa atau terhadap masyarakat yang beragama Islam.
Hendaklah ia takut kalimat tersebut akan kembali kepadanya, hingga ia
akan menjadi seperti yang diberitahukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam haditsnya, "Kecuali kalimat itu akan kembali kepadanya."
Maka demi Allah, wahai para pemuda
berpegang teguhlah kepada jalannya salafus salih, jauhilah fitnah-fitnah
yang ada pada zaman sekarang yang telah menyibukkan banyak kaula muda.
Mereka menghabiskan waktunya dan umurnya, serta menghabiskan masa
mudanya dengan sesuatu yang tidak memberikan apa-apa kecuali kerugian
yang nyata. Allah-lah tempat memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya
lah kita bertawakal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.