Jumat, 09 Desember 2011

Salah Kaprah Dalam Memperjuangkan Islam

Bagian Ketujuh
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz

Syubhat-Syubhat Dan Bantahannya Seputar Masalah Pembunuhan, Penculikan, dan Peledakan
Syubhat Pertama: Pembunuhan Ka'ab bin al-Asyraf, Thogutnya kaum yahudi
Ka'ab bin al-Asyraf adalah seorang yahudi yang telah memprovokasi untuk melawan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Dia menangisi kaum Quraisy yang gugur pada perang Badar dan dikubur dalam sumur. Musuh Allah ini [Ka'ab] kemudian pergi ke Mekkah untuk mengumpulkan keluarganya dari kaum musyrikin untuk memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Padahal ada perjanjian atasnya dan atas kaum yahudi. Ketika Ka'ab kembali kemadinah, ia menggubah syair yang berisi rayuan terhadap kaum Muslimah hingga menyakiti mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang bersedia membunuh Ka'ab al-Asyraf untuk saya." Muhammad bin Maslamah saudara Bani Abdul al-Asyhal berkata, "Saya bersedia melakukannya untuk anda ya Rasulullah. Saya akan membunuhnya." Beliau berkata, "Lakukanlah jika engkau mampu." Ia berkata, "Ya Rasulullah, kita mesti mengatakan." Beliau berkata, "Katakanlah oleh kalian, ‘Apa yang tampak bagi kalian, kalian bebas dalam hal itu.' (Ket : Dikeluarkan al-Bukhari hadits no.2510, 3031, 3032. dalam kitab ringkasannya hadis no.4037. Muslim hadits no.1801 dari hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu. Barangsiapa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kisah Ka'ab bin al-Asyraf dapat merujuk kitab "Al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibnu katsir, jilid IV/6-10. Fathul Bari (V/169), (VI/184-185) dan (VII/ 390-395). Syarah Muslim an-Nawai (XII/403) dan kitab rujukan lainnya. Al-Imam al-Baghawi berkata dalam Syarah al-Sunnah (XI/45) bahwa sebagian orang telah sesat dalam pendapatnya, tergelincir dari kebenaran, dengan mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Ka'ab merupakan pengkianatan. Semoga Allah menjauhkan orang yang berbicara seperti ini dan memburukkan pendapatnya. Ia tidak tahu makna hadits dan tidak tahu metode mencari kebenaran. Bahkan diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Iman itu kendali pembunuhan yang kurang. Karena itu seorang Mukmin tidak akan membunuh secara curang." (Dikeluarkan Abu Daud hadis no.2769. dalam sanadnya ada Abdurrahman bin abi Karimah orang tua as-Sudi ia adalah orang yang majhul. Tetapi dalam bab "Ma Yusyhidu.." dikeluarkan Ahmad (I/166-167) dari Zubair bin Awwam, ""Iman itu mengikat pembunuhan. Karena itu seorang mukmin tidak akan membunuh.". Ahmad berkata (1426) ini adalah hadis sahih. Al-Arnauth berkata dalam Syarah as-Sunnah (XI/45) bahwa ini adalah hadis hasan.- Al-Imam berkata, "al-fatku adalah membunuh orang yang mempunyai jaminan keamanan secara mendadak. Dan Ka'ab bin al-Asyraf adalah termasuk orang yang Berjanji pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk tidak menolong orang yang melawan Rasul dan tidak memeranginya. Kemudian ia melepaskan sendiri jaminan keamanan itu dan melanggar perjanjian. Ia pergi ke Mekkah dan memberitakan permusuhan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, menghina dan menghujat Nabi dengan syair-syairnya, maka ia pun berhak untuk dibunuh.) Muhammad bin Maslamah kemudian berdiri dan bergabung dengan sejumlah laki-laki Anshar untuk membunuh Ka'ab di luar bentengnya.
Maka perhatikanlah bahwa tidak ada pertentangan antara larangan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam agar tidak berkhianat dengan pembunuhan Ka'ab bin al-Asyraf. Karena hal itu dilakukan akibat pengkhianatan dan pemutusan Ibnu al-Asyraf terhadap perjanjian. Allah berfirman yang artinya, "Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat." (al-Anfal: 58)
Juga tidak ada pertentangan di antara eksekusi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ibnu al-Asyraf dengan membiarkan Ibnu Salul pemimpin kaum munafik dikarenakan ada maslahat secara syari'at yang akan terwujud dengan hal itu dan kerusakan yang tertolak. Hal itu karena keberadaan Ka'ab membahayakan dan mengkhawatirkan kaum Muslimin, dan ia menjadi sumber ancaman bagi keamanan kota Madinah. Ia melakukan penentangan dan provokasi melawan [menyerang] kaum Muslimin secara terang-terangan. Disamping itu ia mempunyai kekuatan materi [uang] yang ia gunakan untuk mengganggu keamanan dan melakukan penyerangan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau telah berlaku sabar terhadap gangguan dan ancaman orang yahudi yang durhaka dan sombong ini, yang ia tidak melihat dari Nabi dan sahabatnya, kecuali mereka menepati janjinya [tidak seperti yang dilakukan Ka'ab].
Ketika Ka'ab bin al-Asyraf sampai pada kedudukan ini -yaitu kedudukan musuh yang berkhianat yang menampakkan permusuhannya yang bersiap-siap untuk melakukan penyerangan, dan tidak mempunyai lagi penjanjian dan jaminan keamanan- karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memutuskan untuk mengeksekusi yahudi si pengkhianat dan pembelot ini. Dengan eksekusi ini dan pengusiran terhadap Bani Qainaqa' kaum yahudi mendapatkan pelajaran yang keras agar mereka tidak berbuat sebagaimana Ka'ab, karena mereka menyadari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan lalai untuk mengeksekusi siapa saja yang memenuhi syarat untuk dihukum, beliau tidak akan bersikap lembut, memberi nasihat, bersabar, bertoleransi kepada orang yang mengganggu keamanan dan melecehkan pernjanjian.
Apakah memberi mashlahat jika kisah eksekusi Ka'ab bin al-Asyraf ini dijadikan sandaran bagi pembunuhan tentara atau warga negara secara berkhianat -dengan anggapan bahkan Keyakinan- bahwa ia akan menimbulkan kerusakan yang tidak ada maslahatnya di dalamnya. Kecuali meluasnya gangguan dan kemudharatan semakin berkurang atas negara dan warganya?! (Kitab Tahshil az-Zad li Tahqiq al-jihad, karya Said Abdul Azhim, hal 115-116)
Syubhah Kedua: Pembunuhan yahudi yang membuka aurat seorang Muslimah
Syubhah ini dipertanyakan kepada al-Allamah al-Albani, dan ini nashnya: (Ket : dari ucapan al-Bani yang direkam pada kaset no.691. dan tecantum dalam fatwa al-Syaikh al-Albani yang disusun oleh ‘Ukasyah Abdul Manan, hal 204-255. )
Ada seorang da'i yang menyusun sebuah buku, dan ia menganggap bahwa penculikan termasuk dari sunnah yang sudah dilalaikan [tidak digunakan lagi], ia kemudian beragumen dengan kisah eksekusi Ka'ab bin al-Asyraf (Ket : Telah kita perbincangkan kisah Ka'ab bin al-Asyraf seorang yahudi secara terperinci. Rujuklah syubhah pertama hal 122-126.) dan pembunuhan yahudi yang membuka aurat seorang Muslimah. Maka bagaimanakah menurut pendapat anda?

Salah Kaprah Dalam Memperjuangkan Islam

Bagian Keenam
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz

KETIGA : FENOMENA PELEDAKAN, PEMBUNUHAN, PENCULIKAN, DAN AKSI BOM BUNUH DIRI
Sebagian kaum muda dan kelompok-kelompok [organisasi] telah menempuh jalan atau cara dengan melakukan peledakan terhadap gedung-gedung pemerintah atau swasta, juga melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang memiliki tugas atau tanggung jawab di pemerintahan atau yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa hal ini merupakan bagian dari jihad. Mereka membolehkan [perampasan] harta, [menghilangkan] jiwa, serta membolehkan melakukan tindakan-tindakan jihad dalam rangka melawan pemerintah atau penguasa yang dihukumi kafir, dan mereka berpendapat bahwa tindakan ini berpahala. Kita senantiasa memohon kepada Allah keselamatan yang sempurna.
Tidak diragukan lagi bahwasanya fenomena peledakan, pembunuhan, dan penculikan akan mengakibatkan kekacauan, menakut-nakuti orang, menghilangkan keamanan, dan menjadikan semua manusia dalam keadaan takut tidak tenteram, karena orang yang ingin masuk ke dalam gedung pemerintahan atau yang lainnya akan merasa takut terjadi peledakan terhadap gedung tersebut. Jika ber-jalan menggunakan mobilnya, ia pun takut terjadi pembunuhan atas dirinya atau peledakan terhadap mobilnya. Jika ia menaiki pesawat, ia takut kalau pesawat tersebut telah direncanakan untuk dibajak atau diledakkan, dan begitu seterusnya sehingga kehidupan menjadi rusak dan manusia tidak dapat bekerja dengan tenang dan tentram.
Di sini perlu adanya pertanyaan-pertanyaan:
* Kenapa ia dibunuh dan diculik?
* Apakah karena kekufurannya dan kemurtadannya? Ataukah karena ia merusak harta, harga diri dan agama?
* Apakah ia telah diminta untuk bertaubat?
* Siapakah yang memintanya untuk bertaubat?
* Apakah kita dapat menghindarkan terjadinya pembunuhan terhadap yang lain pada saat melakukan pembunuhan?
* Kemudian kemashlahatan apa yang dapat diambil dari semua itu?
* Apakah boleh berkhianat/curang?!

Semua pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan lainnya yang masih banyak harus dijawab terlebih dahulu sebelum melakukan perbuatan-perbuatan ini.
Syaikh Shalih Sadlan berkata (Syaikh Shalih Sadlan: Muraja'at Fi Fiqhil waqi as-Siasi wa-al-Fikri karya Abdullah ar-Rifa'i hal: 78), "Ketika mereka menentang penguasa dengan melakukan pembunuhan terhadap banyak jiwa demi mencapai satu hal yaitu menekan penguasa. Mereka menghalalkan darah orang-orang Muslim yang memberikan loyalitasnya terhadap penguasa dan terkadang sebagai seorang Muslim yang melakukan shalat.
Maka mengapa mereka menghalalkan darah mereka?
Apakah karena hakim atau penguasa ini tidak menghukumi dengan syari'at Allah? Ataukah karena hakim ini menghukumi dengan undang-undang yang dibuat manusia? Atau karena hakim tersebut di negaranya terdapat khamr dan kemungkaran secara terang-terangan?!!"
Dan beliau berkata pula (Syaikh Shaleh Sadlan, Muraja'at fi-Fiqhil waki as-Siasi wal Fikri karya Abdullah ar-Rifa'i hal 78.), "Kita bertanya kepada mereka yang melakukan perbuatan ini. Apa yang mereka ambil? Faidah apa yang mereka dapatkan? Juga, hasil apa yang mereka raih dari per-buatan membunuh orang Muslim tersebut? Telah dijelaskan dalam hadist,
لِذَهَابِ الدُّنْيَا كُلِّهَا أَهْوَنٌ مِنْ سَفْكِ دَمِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
"Sungguh hilangnya dunia secara keseluruhan lebih ringan daripada menumpahkan darah orang Muslim." (dikeluarkan oleh Imam Turmudzi no 1395, dan Imam Nasa'i no 2997 dan no 3998 dan no 4000 dari hadist Abdullah bin Amru dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah no 2619 dari hadist Barra' bin Azib, Imam Turmudzi berkata bahwa di dalam bab tersebut diriwayatkan dari Sa'ad, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud juga Buraidah.)
Sesungguhnya mereka yang bertindak demikian tidak memprediksikan hasil atau dampaknya. Sesungguhnya kita menyeru mereka untuk menjelaskan hasil yang dicapainya sejak dimulai penentangan terhadap penguasa, dan menjelaskan hasil yang mengakibatkan munculnya pengrusakan seperti peledakan, pembunuhan, penculikan dan yang lainnya. Bukankah hasil yang didapat itu hanyalah berupa kerusakan dan bahaya besar yang menimpa manusia baik secara umum maupun khusus?
Sesungguhnya bahaya yang dihasilkan dari cara atau jalan seperti ini lebih besar dari kemaslahatan yang diharapkan mereka, apabila disana ada kemashlahatan yang dapat disebutkan!!.

Salah Kaprah Dalam Memperjuangkan Islam

Bagian Kelima
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz

KEDUA : FENOMENA MENENTANG PENGUASA
Sesungguhnya fenomena menentang penguasa, merupakan fenomena lama yang merupakan buah dari tindakan menghukumi penguasa yang menghukumi dengan selain yang diturunkan Allah (al-Qur'an) yang dilakukan oleh sebagian kelompok Islam zaman dahulu dan diikuti oleh sebagian kelompok pada zaman sekarang. Hal yang demikian itu karena mereka mengatakan sesungguhnya penguasa yang tidak memerintah dengan apa yang diturunkan Allah adalah kafir berdasarkan firman Allah, "Dan barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah adalah kafir " (al-Maidah: 44) dengan tanpa perincian (Ket : Telah terbit kepada kami buku yang berjudul "Fitnatut Takfir" karya Imam al-Albani dengan pujian dari Imam Abdullah Bin Baz dan komentar Ibnu Utsaimin di dalamnya terdapat perincian ilmiah serta mendalam untuk masalah pengkafiran dan masalah meng-hukumi dengan selain yang diturunkan Allah, dan telah dicetak untuk yang kedua kalinya dengan cetakan baru, dikaji ulang dan dibenarkan oleh Imam al-Albani dan Ibnu Utsaimin dan terdapat tambahan yang baik dan bermanfaat)
Kelompok ini telah berpendapat untuk menentang penguasa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah dan berpendapat pula untuk menghalalkan darah dan hartanya, dan barangkali termasuk kehormatannya dalam sebagian kondisi. Dan mengintimidasi penguasa tersebut untuk melepaskan kekuasaannya untuk digantikan dengan yang lain, atau kembali sadar kemudian menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah dan semua itu dikarenakan ia kafir.
Dan disini kita bertanya-tanya, "Apakah boleh menentang penguasa yang tidak memerintah dengan apa yang diturunkan oleh Allah tanpa perincian? Apakah ia kafir, zalim, atau fasik?" Maka apabila ia zalim atau fasik apakah boleh menentangnya? Atau harus bersabar dan memperhitungkan? Dan apabila ia kafir apakah boleh juga menentangnya? Atau harus berdasarkan syarat-syarat tertentu?"
Atas pertanyaan-pertanyaan ini kami menjawab, "Para ulama telah menetapkan kriteria dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada penguasa yang akan ditentang, dan syarat-syarat ini diambil dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana pada hadits Ubadah Bin Shomit radhiallahu ‘anhu. Ia berkata, "Kami membai'at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk tetap mendengar dan menaati dalam kondisi semangat maupun terpaksa dan dalam kondisi susah ataupun senang dan kita harus memprioritaskannya, dan tidak boleh menentang urusan terhadap ahlinya." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ فِيْهِ مِنَ اللهِ بُرْهَانْ
"Kecuali apabila kamu sekalian melihat kekufuran yang nyata maka bagi kalian telah ada penjelasannya dari Allah." (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari No 7056 dan Imam Muslim No. 1841).)
Syaikh Ibnu Utsaimin telah menjelaskan syarat-syarat ini, ia berkata, (Ket: Kitab as-Sahwah al-Islamiyah Dawabit-wa-Taujihat halaman 286, 287 cetakan ketiga.) "Hendaklah diketahui bahwasanya menentang penguasa tidak dibolehkan kecuali dengan syarat-syarat berikut:
* Hendaknya "melihat", yakni mengetahui dengan yakin bahwa penguasa tersebut melakukan kekufuran.
* Hendaknya yang diperbuat oleh penguasa itu adalah "kekufuran", adapun kefasikan maka tidak boleh ditentang dengan alasan kefasikan tersebut walaupun besar.
* Hendaknya kekufuran tersebut "nyata", yakni memberikan kejelasan tanpa ada kemungkinan untuk ditakwilkan.
* "Bagi kalian dalam permasalahan ini telah ada penjelasannya dari Allah Ta'ala", yakni berdasarkan atas dalil yang pasti dari kitab dan sunnah atau kesepakatan ummat.
Maka syarat-syarat ini ada empat. Adapun syarat yang kelimanya diambil dari dasar-dasar yang umum untuk agama Islam, yaitu kemampuan mereka yang menentang untuk menjatuhkan penguasa, karena apabila mereka tidak memiliki kekuatan maka urusannya atau permasalahannya akan berbalik menjadi merugikan bagi mereka dan tidak menguntungkannya, maka bahayanya akan lebih besar dari bahaya yang ditimbulkan oleh sikap diam diri terhadap penguasa ini sehingga kelompok lain yang menuntut tegaknya Islam menjadi kuat.
Fatwa-Fatwa Dan Perkataan Para Ulama Dalam Permasalah Menentang Para Penguasa
Setelah kita mengetahui syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk menentang penguasa Muslim yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah, sekarang kita sampai kepada fatwa-fatwa dan perkataan-perkataan para ulama sekitar permasalahan menentang penguasa supaya permasalahannya menjadi jelas dan nyata bagi kebanyakan orang-orang yang melupakannya.

Salah kaprah dalam memperjuangkan islam

Bagian Keempat
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz

Kalau begitu, Bagaimana manhaj yang benar dan jalan yang benar?
Tidak diragukan lagi bahwasanya metode yang benar adalah sebagaimana yang dipropagandakan atau didengungkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau mengingatkan kepada para sahabatnya dalam setiap khutbah, "Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam." (Ket : Potongan dari hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim No 867 dari hadits Jabir Bin Abdillah y, hadits tersebut merupakan potongan dari hadits Khutbah sewaktu haji yang mana Rasulullah a memulai khutbah dengannya. Dan Imam Albani memiliki tulisan yang berharga dalam permasalahan tersebut, ia menjelaskan jalan-jalannya dan berbicara tentang fiqihnya. Maka rujuklah karena di dalamnya terdapat faidah yang banyak.). Maka setiap Muslim secara keseluruhan (khususnya yang memiliki perhatian terhadap eksisnya hukum Islam) hendaknya mereka memulai sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai, yaitu sebagaimana yang kami ringkaskan dengan dua kalimat yang sederhana "Tasfiyah dan Tarbiyah".
Hal itu dikarenakan kita mengetahui hakikat yang tetap dan kuat yang dilupakan (atau pura-pura lupa) oleh mereka yang salah, yang tidak memiliki kemampuan kecuali hanya menyatakan bahwa hakim tersebut kafir, kemudian tidak berbuat apa-apa. Dan mereka akan tetap mengumumkan atau menyatakan kafir terhadap para hakim, kemudian tidak muncul dari mereka atau tentang mereka kecuali fitnah dan cobaan.
Kenyataannya pada tahun-tahun terakhir ini mereka telah melakukan banyak hal, dimulai dari fitnahnya Al-Haram di Mekkah, kemudian sampai ke Mesir, dan pembunuhan Anwar Saddat, dan berakhir di Suriah, kemudian sekarang di Mesir dan Aljazair nampak jelas bagi setiap orang tentang bagaimana tumpahnya darah-darah kaum muslimin yang tidak berdosa disebabkan oleh fitnah dan cobaan ini, dan banyak lagi bermunculan cobaan dan kerugian.
Semua ini disebabkan oleh tindakan mereka yang menyalahi banyak nash-nash al-Qur'an dan Sunnah, dan yang paling penting adalah firman Allah Ta'ala, yang artinya, "Sungguh telah terdapat bagi diri kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan hari akhir dan banyak menyebut atau dzikir kepada Allah" (al-Ahzab: 21). Apabila kita ingin menegakkan hukum Allah di muka bumi-dengan sunguh-sungguh bukan hanya sekedar pembicaraan- apakah kita memulai dengan mengkafirkan para hakim sedangkan kita tidak mampu menghadapinya? apalagi memeranginya? Atau kita mesti memulai dengan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya adalah firman Allah Ta'ala,, yang artinya, "Sungguh telah terdapat bagi kamu sekalian pada diri Rasulullah contoh yang baik" tetapi dengan apa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai?
Dapat dipastikan bagi setiap orang yang mencium wanginya ilmu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengan dakwah di antara orang-orang yang beliau anggap ada yang memiliki kesiapan untuk menerima kebenaran (haq), kemudian dari kalangan para sahabat penerima yang hak tersebut sebagaimana sudah dikenal dalam sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian, setelah itu terjadilah penyiksaan dan kekerasan yang menimpa kaum Muslimin di Mekkah, kemudian datanglah perintah untuk berhijrah yang pertama dan kedua, hingga Allah Ta'ala menguatkan Islam di Madinah al-Munawarah. Mulailah di sana bermunculan kekerasan, penentangan, dan dimulainya peperangan antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir dari satu sisi, kemudian yahudi dari sisi yang lain,dan begitulah seterusnya...
Jadi, kita harus memulai dengan mengajarkan Islam kepada manusia dengan benar, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengannya, tetapi sekarang kita tidak boleh hanya melakukan pembelajaran saja, karena telah masuk ke dalam Islam sesuatu yang bukan dari Islam, dan sesuatu yang tidak ada hubungan dengannya, di antara-nya adalah bid'ah dan hal-hal yang diada-adakan yang menjadi sebab runtuhnya bangunan Islam yang tinggi.
Karena itu, yang harus dilakukan oleh para da'i adalah hendaklah mereka memulai dengan pemurnian dan sterilisasi Islam ini dari sesuatu yang akan mengotorinya.

Kamis, 24 November 2011

Salah kaprah dalam memperjuangkan Islam

Bagian Ketiga
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz
Fitnah Takfir (Pengkafiran)
Perkataan Imam ahli hadits Muhammad Nashirudin al-Albani
Segala puji bagi Allah Ta'ala, kita memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kita memohon perlindungan dari kejelekan diri dan kejelekan perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk Allah Ta'ala, maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya niscaya tidak akan ada yang memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah Ta'ala Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi pula bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. ( Ini permulaan kata-kata Imam al-Albani dan telah direkam pada kaset ke 670 kaset, pada tanggal 12/5/1415 H yang bertepatan dengan tanggal 7/11/1993 M, dan perkataan tersebut dicetak dalam kitab (Fatawa Syaikhul al-Bani wa Muqaaranatuhu bi fatawa al-Ulama, ditulis oleh ‘Ukasyah ‘Abdulmanan hal. 238-253 dan telah dikaji ulang, dishahihkan serta dikomentari oleh Syekh Muhammad ‘Ied al-‘Abasyi semoga Allah menolongnya. Kemudian, dipubli-kasikan oleh Majalah Salafiah terbitan pertama 1415 H, sebagaimana dipublikasikan pula oleh surat kabar al-Muslimun terbitan ke 556 tanggal 5/5/1416 H bertepatan dengan tanggal 29/9/1995 M. Karena pentingnya perkataan ini, maka yang mulia Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz sebagai mufti utama kerajaan Saudi Arabia memujinya sebagaimana syaikh Muhammad Sholeh al-Utsaimin telah memberikan komentar terhadapnya pada sebagian tempat. Komentar ini telah direkam dalam kaset rekaman dan saya telah mengcopinya serta telah menetapkannya pada tempat-tempatnya atas perkataan Imam al-Albani. Syaikh Ibnu al-Utsaimin telah mengkaji ulang komentar ini, mengesahkannya, menambahkan atasnya serta mengijinkan untuk dipublikasikan.)
Sesungguhnya masalah pengkafiran secara umum -bukan hanya untuk para penguasa, tetapi juga untuk rakyatnya- adalah fitnah besar yang sudah ada sejak lama, yang diadopsi oleh salah satu kelompok Islam pada zaman dahulu yang terkenal dengan sebutan al-Khawarij. ( Al-Khawarij adalah kelompok yang bermacam-macam yang disebutkan dalam buku-buku-buku yang memuat tentang kelompok-kelompok atau golongan-golongan, dan diantara kelompok al-Khawarij tersebut yang masih ada sampai sekarang dengan menggunakan nama lain yaitu "al-Ibadiah". Mereka tidak memiliki aktifitas dakwah, tetapi sejak beberapa tahun mulai melakukan kegiatan, mereka menyebarkan surat-surat, buku-buku dan akidah-akidah yang sama persis dengan akidah Khawarij yang dahulu, tetapi mereka bersembunyi dibalik karakteristik Syi'ah yaitu taqiyyah (merahasiakan identitas). Maka mereka menga-takan,"Kami bukan Khawarij", sebenarnya nama tidak akan dapat merubah sedikit pun dari hakikat yang dinamai. Mereka mereka memiliki kesamaan (dari sisi kesamaannya) dengan Khawarij dalam masalah pengkafiran terhadap orang yang melakukan dosa besar. )
Sangat disayangkan bahwa sebagian dari para da'i (aktifis dakwah) atau orang yang bersemangat, terkadang mereka keluar dari al-Qur'an dan as-Sunnah tetapi dengan mengatas namakan al-Qur'an dan as-Sunnah.
Permasalahn ini disebabkan oleh dua hal:
* Pertama: sedikit atau dangkalnya ilmu
* Kedua, dan ini penting sekali bahwasanya mereka tidak paham terhadap kaidah-kaidah syari'at yang merupakan dasar atau pon-dasi dakwah Islamiyah yang benar.

Setiap orang yang keluar dari jama'ah yang senantiasa dipuji oleh Rasulullah radhiallahu ‘alaihi dalam banyak hadistnya, bahkan disebutkan pula oleh Allah Ta'ala, dan Allah telah menjelaskan bahwasannya barang siapa yang keluar dari kaidah-kaidah syari'at berarti ia telah menentang Allah dan Rasul-Nya. Hal itu terdapat dalam firman-Nya, "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan kami masukan ia ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali." (an-Nisa:115), sesungguhnya Allah Ta'ala (sangat jelas bagi orang ahli ilmu), bahwa Dia tidak mencukupkan dengan firman-Nya "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kepadanya kebenaran" tetapi menambahkan kepada penentangan Rasul tersebut mengikuti jalan selain jalan orang-orang Mukmin, "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan kami masukan ia ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali." (an-Nisa:115)
Maka mengikuti jalan orang-orang Mukmin adalah merupakan sesuatu yang sangat penting dilihat dari sisi positif dan negatifnya. Barangsiapa mengikuti jalan orang-orang Mukmin niscaya ia akan selamat, dan barangsiapa berpaling dari jalan orang-orang Mukmin maka tempat kembalinya adalah jahanam dan jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
Dari sini banyak sekali kelompok yang tersesat (dulu dan sekarang) dikarenakan mereka bukan hanya tidak konsisten dengan jalan orang-orang Mukmin saja, tetapi mereka menggunakan akal dan mengikuti hawa nafsunya dalam menafsirkan al-Qur'an dan as-Sunnah. Kemudian, berdasarkan penafsiran tersebut mereka membuat kesimpulan yang sangat berbahaya, yang mana dengan kesim-pulan tersebut mereka keluar dari apa yang telah dilakukan orang-orang terdahulu kita yang shalih.
Dan paragraf dari firman Allah, "Dan mengikuti jalan selain orang-orang Mukmin." ini diperkuat pula oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak hadits shahih. Hadits-hadits ini (yang akan saya kemukakan sebagiannya) tidaklah asing bagi kaum Muslimin yang awam (apalagi bagi kaum muslimin yang pintar) tetapi yang asing (yang tidak diketahui) dalam hadits-hadits tersebut adalah bahwasanya hadits tersebut menunjukkan akan pentingnya sikap konsisten dengan jalan orang-orang Mukmin dalam memahami al-Qur'an dan as-Sunnah, serta mewajibkan hal itu dan menegaskannya.
Permasalahan ini telah dilupakan oleh banyak orang-orang pintar, terutama oleh orang-orang yang dikenal dengan sebutan Jama'ah Takfir (kelompok yang suka mengkafirkan) atau kelompok lain yang menyatakan dirinya sebagai kelompok jihad, padahal pada hakikatnya merupakan bagian dari kelompok yang mengkafirkan.

Menjadi Biker Sejati...

Mulai Januari 2010 lalu, UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 akan efektif berlaku, menggantikan UU Nomor 14 Tahun 1992. Banyak peraturan baru yang harus dicermati jika tak mau disemprit ketika berkendara. Sebab, hingga saat ini tak sedikit yang tak mengetahui aturan-aturan baru yang diberlakukan UU ini. Sanksi pidana dan denda bagi para pelanggarnya pun tak main-main. Jika dibandingkan UU yang lama, UU Lalu Lintas yang baru menerapkan sanksi yang lebih berat. Berikut ini beberapa hal yang sebaiknya diketahui oleh para pengguna kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat/lebih:

• Kenakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI)
Jangan lagi kenakan helm batok. Gunakanlah helm SNI. Selain karena alasan keselamatan, menggunakan helm jenis ini sudah menjadi kewajiban seperti diatur dalam Pasal 57 Ayat (2) dan Pasal 106 Ayat (8). Sanksi bagi pelanggar aturan ini, pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (Pasal 291). Sanksi yang sama juga akan dikenakan bagi penumpang yang dibonceng dan tidak mengenakan helm SNI.

• Pastikan Perlengkapan Berkendara Komplet
Bagi para pengendara roda empat atau lebih, coba pastikan kelengkapan berkendara Anda. UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009, dalam Pasal 57 Ayat (3) mensyaratkan, perlengkapan sekurang-kurangnya adalah sabuk keselamatan, ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, helm, dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat/lebih yang tak memiliki rumah-rumah dan perlengkapan P3K. Bagaimana jika tak dipenuhi? Sanksi yang diatur bagi pengendara yang menyalahi ketentuan ini akan dikenakan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000, seperti diatur dalam Pasal 278

• Tak Punya SIM? Denda Rp 1 Juta
Ketentuan yang satu ini mungkin harus menjadi perhatian lebih. Jika selama ini denda bagi pengendara yang tak punya SIM hanya sekitar Rp 20.000, UU Lalu Lintas yang baru tak mau memberikan toleransi bagi pengendara yang tak mengantongi lisensi berkendara. Sanksi pidana ataupun denda yang diterapkan tak lagi ringan. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak memiliki SIM, akan dipidana dengan pidana kurungan empat bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta (Pasal 281).
<Ga Mampu ngurus Buat Bikin Sim?? Jual Aja tuh Motor..>

• Konsentrasi dalam Berkendara
Pasal 283 UU Lalu Lintas mengatur, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi, dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 750.000
<Baca SMS, Terima Telepon, Apalagi Cuma Update Status FB..Grrr>

• Perhatikan Pejalan Kaki dan Pesepeda
Para pengendara, baik roda dua maupun roda empat/lebih, harus mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. Bagi mereka yang tidak mengindahkan aturan Pasal 106 Ayat (2) ini, dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
<Masih Mo Naik Trotoar ??? Belum lagi di Jitak Pejalan Kaki..hmm>

Peraturan Pendirian Rumah Ibadah

INILAH.COM(15 sep 2010), Jakarta - Polda Metro Jaya menyatakan penganiayaan terhadap pendeta HKBP dikarenakan jemaat gereja tersebut tidak menaati peraturan yang ada. Seperti apa isi peraturan tersebut?

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2006.
Dalam Perber tersebut terdapat dua Bab yang mengatur secara jelas syarat-syarat pendirian rumah ibadah sebagai berikut:

BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT

Pasal 13
(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi.

Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah
ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi :

a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan
persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi
tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.

Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk
memperoleh IMB rumah ibadat.
(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 17
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.

Dengan adanya Peraturan bersama tersebut, maka diharapkan umat islam bisa lebih dewasa lagi dalam menyikapi pelanggaran ini. 
Setiap pelaku pelanggaran peraturan ini, diharapkan bisa diselesaikan sesuai dengan prosedur yang berlaku, bukan dengan tindakan anarkhis.
Umat islam yang sebagai rakyat bukanlah eksekutor. ada pihak berwenang yang siap menerima laporan dari kita atas pelanggaran peraturan bersama tersebut.